Mohon di Baca

Apabila ada yang kesulitan ketika men-DOWNLOAD file, bisa request via email ke muhamad.haidir@gmail.com.

Kamis, 18 Juli 2013

Ketika Anak Mogok Mengaji

Barangkali anda pernah mengalami hal ini bersama anak atau anak didik anda? Mungkin anda punya jalan keluar yang berbeda dan lebih efektif atau masih bingung dan belum bisa menemukan jalan keluar? Mudah-mudahan pengalaman berikut juga bisa menjadi salah satu masukan bagi kita. Tidak seperti biasanya, sejak kembali dari berlibur ke rumah neneknya di luar kota, Aulia tidak mau lagi mengaji. Yang lebih mengherankan lagi, dia menangis sejadi-jadinya ketika gilirannya membaca iqra tiba, padahal tidak lama lagi dia menamatkan iqra-nya dan bisa pindah ke “Qur’an kecil” seperti yang diidam-idamkannya sejak lama untuk menyusul kakaknya. Kami sampai bingung dibuatnya. Di antara saudara-saudaranya dia yang paling semangat mengaji dan menyuruh kakak adiknya untuk mengaji, bahkan ketilka listrik padam pun dia selalu memaksa dengan lampu emergency. Saya mencoba mengingat-ingat, apa mungkin telah melakukan kesalahan ketika terakhir kali dia membaca iqra. Dibanding dengan kakak dan adiknya yang laki-laki Aulia memang berbeda. Dia lebih sensitif. Dia bisa belajar dengan cepat akan tetapi tidak suka jika dipersalahkan atau disuruh mengulang bacaannya lebih dari tiga kali. Kali ketiga suaranya pasti langsung bergelombang menandakan dia hampir menangis. Kalau sudah begitu acara membaca dihentikan. Mengikuti kejadian itu selama beberapa hari, saya mengira dia trauma akan sesuatu. Karena pada pagi hari dia selalu bilang ingin mengaji, tetapi ketika tiba saatnya dia malah menangis. Segala cara telah kami coba, membujuknya, menjanjikann akan memberikan tanda berwarna yang baru bagi iqranya, karena dia memang menyukai ‘post it’ kecil berwarna warni untuk menandai bacaannya, es krim, bahkan jalan-jalan bermain kereta kesukaan mereka. Semua itu agar dia mau kembali mengaji. Tapi hasilnya nihil. Saya berpikir mungkin saya terlalu keras mengajarinya. Tapi bukannya dia juga mau diajari membaca, bahkan sangat senang karena sudah dapat membaca buku kakaknya meskipun belum benar-benar lancar? Kejadian itu berlangsung beberapa minggu, sampai akhirnya saya memutuskan untuk memberikan kepadanya buku iqra dan memintanya untuk belajar sendiri di waktu lain. Beberapa saat setelah tenang saya melihat dia mulai memegang bukunya dan mulai membaca. Tapi begitu mengetahui saya memperhatikan dia menghentikannya dengan alasan besok akan mulai lagi. Keesokannya pun begitu dia membaca bukunya ketika tidak ada yang memperhatikan. Hingga pada akhirnya ba’da maghrib dengan diantar ibunya dia datang dan mengatakan siap untuk mengaji. Alhamdulillah, kali ini tidak ada tanda-tanda dia akan menangis. Meskipun hanya mau membaca satu baris saja, namun kami sudah cukup lega, setidaknya dia sudah mau memulai kembali. Keesokan harinya dia berhasil kubujuk untuk membaca empat baris. Begitu selesai, dengan gembira dia melapor ke nenek dan ibunya kalau dia sudah membaca empat baris. Besoknya dia berkata kepada ibunya, agar lain kali jika mereka berlibur buku iqra dan mukena kecilnya dibawa serta agar dia bisa terus membaca sendirian. Rupanya dia menjadi takut mengaji karena takut tidak bisa membaca lagi seperti dulu, karena satu bulan terakhir dia memang lebih sering belajar membaca di buku kakaknya daripada membaca Iqra. Cara yang kami lakukan dengan membiarkan dia belajar sendiri mengulang pelajarannya, terbukti efektif. Ketika mengulang bacaannya sendirian, dia menyadari kalau dia masih bisa membaca dan membangkitkan lagi rasa percaya dirinya bahwa dia tidak akan membuat banyak kesalahan ketikak membaca. Aulia memang berbeda, jika dikoreksi mesti sangat hati-hati karena nyalinya langsung ciut. Hal ini juga menjadi pelajaran buat saya untuk merubah sikap, mungkin selama ini terlalu keras ketika mengajari anak-anak. Semoga berikutnya tidak ada masalah lagi. Apalagi setelah dijelaskan kepada mereka, malaikat senang mendengarkan bacaan orang yang mengaji, sedangkan setan akan bertepuk tangan gembira dengan orang yang tidak mengaji dan menjadi temannya, dia langsung berkata, “Mulai besok Aulia mau ngaji lagi, Aulia tidak mau jadi temannya setan.” Dia menjadi bersemangat kembali seperti dulu, menghitung berapa lembar lagi yang mesti dihabiskannya untuk segera berpindah ke Qur’an kecil. Alhamdulillah...

Sumber: http://bam.raudhatulmuhibbin.org/